Lahan Purun Nyaris Punah Desak DPRD OKI Buat Perda Ekosistim
KAYUAGUNG, KabaRakyatsumsel.com- Pengerajin, asal Kecamatan Pedamaran melakukan aksi di Kantor DPRD dengan menganyam purun dijadikan tikar. Aksi ini menyusul nyaris punahnya ekositem lahan purun di wilayah Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Selasa (13/3/2018).Warga mengatasnamakan Sipil Masyarakat asal Kota Tikar ini, mendesak DPRD OKI membuat peraturan daerah (Perda) perlindungan dan pengelolahan ekosistem gambut purun berbasis masyarakat dan kearifan lokal. Mengingat luasan purun di lahan gambut nyaris punah, karena perusahaan.
Mereka yang datang tadi, para ibu rumah tangga ada yang membawa hasil dari pengrajin purun yang dijadikan topi, tas, dan tikar yang sudah jadi. Menarik lagi, ibu-ibu beraksi di teras Kantor DPRD OKI, membentangkan helei demi helai purun yang siap dianyam. Mereka duduk berjejer seakan-akan berlomba menganyam tikar.
Kedatangan mereka ini, kwatir kalau lahan purun yang membentangi lahan gambut itu dialih pungsikan sebagai lahan perkebunan kelapa sawit. Maka itu, mereka berharap, pemerintah dan DPRD OKI segera membuat perda terkait keamanan tumbuhan jenis purun salah satu bahan pengrajin untuk membuat tikar.
Sebelum mereka diterima oleh wakil rakyat, pengunjuk rasa yang dikomandoi oleh Korlap Rian Saputra dan Koordinator aksi, Syaripudin Gusyar, mereka membentangkan spanduk karton dengan berbagai tulisan tuntutan untuk masa depan hasil dari lebak purun.
Syaripudin Gusyar koordinator aksi mengatakan, mayoritas warga Kecamatan Pedamaran dapat dipastikan hampir 90 persen perempuan di Desa Pedamaran bisa menganyam tikar, sebuah keahlian yang didapatkan secara turun temurun, dan daerah ini terkenal dengan kerajinan tikar purunnya.
"Kami menuntut pemerintah daerah untuk mengeluarkan perda perlindungan, pemanfaatan dan pengelolaan kawasan lahan rawa gambut purun berbasis masyarakat dan kearifan lokal," ujar Syaripudin.
Asmara salah satu peserta aksimenambahkan, purun merupakan tumbuhan liar yang ada di lebak rawa gambut dan dimanfaatkan menjadi kerajinan tikar serta kearifan lokal ini dikerjakan masyarakat secara turun temurun sejak zaman pemerintahan marga.
"Kami datang kesini bukan untuk hal politik kami datang kesini minta hak kami lebak purun jangan di garap, karena purun merupakan mata pencarian kami untuk membantu suami kami mencari uang untuk memenuhi kebutuhan keluarga," ungkapnya.
"Penghasilan kami dari purun ini lumayan cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga kami, dalam sehari kami dapat menganyam tikar 3 lembar, dimana satu lembar tikar dijual seharga Rp 10 ribu, jika tiga lembar tikar terjual kami dapat Rp 30 ribu perhari. Itu lumayan untuk membantu suami kami dalam memenuhi kebutuhan keluarga," timpal Nurbaiti salah satu peserta aksi.
Demikian perwakilan aksi tadi, diterima oleh Kimisi III DPRD OKI, Efredi Jurianto, Akhmad Mahidin, Sholahudin Djakfar, dan Kamaluddin. Dan mereka akan memanggil dinas terkait untuk menyelusuri lahan agar tidak ada masalah yang ditimbulkan dengan pihak perusahaan jika perda diterbitkan.
"Insya Allah bulan ini Perda Perlindungan gambut sedang tahap prolekda, perda tersebut masukke perda inisiatif ahenda tahun 2018. DPRD OKI 24'jam siap menerima aspirasi masyarakat baik pribadi maupun kelembagaan, tidak ada niat menelantakan rakya," tandas Ketua Komisi III DPRD OKI Efredi. Sanfriawan