Kasus DAK Dinas Pendidikan Kota Palembang Bukti Nyata Tumpulnya Hukum Di Republik Ini
PALEMBANG, Kasus dugaan korupsi DAK (Dana Alokasi Khusus) yang membelit Dinas Pendidikan dan Olaraga kota Palembang tahun 2012/2013 yang silam terlihat hanya mampu menjerat pejabat kalangan bawah saja dilingkungan skpd terkait seperti Kepala Bidang Perencanaan Pembangunan dan Subsidi Disdikpora Palembang dan Kepala Seksi Bangunan Gedung dan Perabotan Disdikpora Palembang) ke ranah hukum .
Dalam hal ini mereka berdua tak ubahnya selaku aktor utama dalam konsfirasi penyimpangan keuangan negara ,dengan demikian telah menjadi tanda tanya besar kebenaran dari perihal hukum tersebut terkait penyimpangan program Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) telah mengucurkan dana DAK untuk anggaran tahun 2014 di tiap-tiap daerah yakni kota palembang mendapatkan bantuan dengan jumlah yang cukup besar berkisar Rp 42,3 Miliar.
Sebelumnya dalam program ini Untuk para penerima dana bantuan DAK ini terlebih dahulu pihak sekolah mengajukan proposal, setelah itu akan ditinjau kelapangan dengan skala prioritas, dan bentuk fisik yang akan direhab.
Untuk kota Palembang Sekolah Dasar yang mendapatkan bantuan dan DAK sebanyak 15 sekolah dengan total anggaran keseluruhan sebesar Rp 8,5 Miliar dengan masing masing sekolah mendapatkan dari Rp.500 Juta Hingga Rp.600 juta yang akan digunakan untuk pembangunan fisik Sekolah,
Kemudian untuk 10 Sekolah Menengah Pertama (SMP) anggaran yang di kucurkan sebesar Rp 5,8 Miliar dengan masing masing sekolah mendapatkan Rp.500 juta hingga Rp.560 juta.
Walaupun sekolah tersebut telah mendapatkan bantuan dana DAK, tapi masih juga menerima bantuan dari pemerintah berupa bantuan non fisik yakni masing-masing sekolah untuk SD dan SMP mendapatkan fasilitas berupa alat peraga serta buku,sehingga apakah benar kasus korupsi ini di lakukan oleh dua orang pejabat rendahan itu tanpa ada aktor utama di balik mereka.
Melihat perjalanan proses hukum dalam kasus ini sebelumnya untuk memperdalam perihal penyimpangannya Majelis hakim dalam persidangan Pengadilan Negeri (PN) Kelas I A Palembang di tahun 2016 lalu, Junaidah SH MH, Kamis (18/2) telah menegaskan, bahwa 60 kepala sekolah SD, SMP, SMA, dan SMK di Kota Palembang yang terbukti memberikan sejumlah uang sebesar 10 persen dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Anggaran Rehab Sekolah Tahun 2012-2013 sehingga tidak menutup kemungkinan dapat ditetapkan menjadi tersangka.
Sementara itu sikap tegas dari pihak hukum patut juga di pertanyakan yang sebelumnya telah menetapkan Hasanuddin (mantan Kepala Bidang Perencanaan Pembangunan dan Subsidi Disdikpora Palembang dan Rahmat Purnama (mantan Kepala Seksi Bangunan Gedung dan Perabotan Disdikpora Palembang), yang katanya terjerat kasus dugaan korupasi DAK Anggaran Rehab Sekolah Tahun 2012-2013 Disdikpora sampai saat ini mereka berdua telah terbukti mutlak selaku aktor utama dalam kasus yang mengakibatkan kerugian negara mecapai Rp 3,4 miliar.
Sehingga banyak polemik di kalangan publik mengatakan ,apakah mungkin uang haram hasil korupsi itu memang mereka berdua selaku penikmat utama atau aktor intlektualnya serta merangkap sutradara ,jika memang benar mereka ,kemana sikap tegas pejabat tertinggi di lingkungan skpd tersebut waktu itu, yang terkesan diam dan di senyalir tutup mata melihat ulah bawahannya yang berani memainkan penyimpangan keuangan negara.
Dengan di tetapkan dua orang tersangka dan puluhan kepala sekolah yang di inginkan sebagai calon tersangka waktu itu sepertinya menggambarkan berakhirnya cerita kasus ini,karena sampai saat ini pihak hukum di kota ADIPURA ini terkesan gagal dan tidak ada daya upaya untuk mengungkap aktor yang lebih tinggi dari mereka dalam kasus ini.
Atau di duga adanya upaya menghentikan penyidikan untuk mencari tersangka lain yaitu sutradara /dalang utama dugaan korupasi dana DAK Anggaran Rehab Sekolah Tahun 2012-2013 Disdikpora Palembang yang mengakibatkan kerugian negara mencapai Rp 3,4 miliar.
Di tahun 2016 telah di minta keterangan 30 kepala sekolah selaku saksi oleh pihak JPU namun itu juga tidak membuahkan hasilnya ,garangnya ucapan dan pandangan hakim hanya menjadi celoteh belaka di hadapan ribuan mata masyarakat kota palembang.
Adapun Ke-26 kepala sekolah tersebut terdiri dari 13 saksi untuk terdakwa Hasanuddin waktu itu , mereka yakni; ‘MU’, ‘MA’, ‘NU’, ‘MG’, ‘ES’, ‘RZ’, ‘JE, ‘PS’, ‘AR’, ‘MD’, ‘RO’, ‘MY’, dan ‘MS’.
Sedangkan 13 saksi lainnya menjadi saksi untuk terdakwa Rahmat Purnama waktu itu , mereka yakni; ‘SS’, ‘HTR’, ‘MN’, ‘SP’, ‘QR’, ‘AS’, ‘Hj MZ’, ‘NA’, ‘IL’, ‘NI’, ‘RW’, ‘PU’, serta ‘MI’.
Mengutip ucapan Mejelis Hakim Junaidah SH MH, dalam Tindak Pidana Korupsi (Tipikor),telah mengatakan pihak pemberi suap dan penerima uang suap bisa dikenakan pidana. Apalagi dalam kasus dugaan ini, uang DAK yang diterima, 10 persennya diduga diserahkan kepala sekolah kepada terdakwa tanpa adanya paksaan. Karena itu kepala sekolah yang terbukti memberikan uang itu sama saja dengan menyuap dan bisa dijadikan tersangka dalam kasus dugaan ini.
“Bapak dan ibu (26 saksi Kepala sekolah) sebagaian dari 60 kepala sekolah yang menjadi saksi dalam kasus dugaan DAK ini. Nanti semuanya (60 kepala sekolah) juga akan kami sidangakan disini. Karena saat memberikan 10 persen uang dari anggaran DAK, dilakukan tanpa dipaksa dengan pisau atau diancam akan dimutasi serta diberhentikan dari jabatan kepala sekolah. Jadi kalian (saksi), dengan sadar memberikan uang itu, ini namanya suap dan bisa kena pidana,” tegasnya.
Sementara itu mengutip ucapan Kasi Pidsus Kejari Palembang, waktu itu di jabat oleh Nauli Rahim Siregar SH, Rabu (13/8/2014) pernah mengatakan untuk menetapkan seseorang menjadi tersangka itu tidak gampang, kita harus memiliki saksi- saksi dan bukti- bukti yang cukup dan akurat, tidak bisa main tetapkan sebagai tersangka begitu saja,” ujarnya.
Melihat ucapan dan komentar para mereka penegak hukum memberikan gambaran yang cerah kepada masayarakat kota Palembang terkait kasus korupsi dana DAK itu,tapi tajamnya pisau hukum itu di senyalir hanyalah di arahkan kepada mereka yang di duga tidak memiliki kepentingan yang penuh dalam menikmati hasil dari penjarahan uang negara itu,dengan demikian perlukan upaya desakan kepada pihak hukum melalui gugatan atau pra pradilan untuk mencari aktor utama dalam kasus ini.( Boni Belitong )