Rekomendasi Untuk Akhiri BOT Pasar 16 Ilir Menuai Badai (Opini Jalanan)
PALEMBANG, KBRS-Rekomendasi Tim 17 yang diketuai Asisten I Setda Kota Palembang Handayani untuk mengakhiri BOT Pasar 16 Ilir dengan PT Gandha Tahta Prima melalui upaya musyawarah dan mufakat akan sulit untuk terlaksana. Mengingat PT Gandha Tahta Prima akan menuntut kompensasi pembatalaan yang tidak mungkin dipenuhi Pemkot Palembang.Dari hitung-hitung matematis, harga yang harus dibaya Pemkot Palembang terkait pembatalan BOT Pasar 16 Ilir mencapai ratusan milyar rupiah. Kompensasi awal berupa investasi yang telah ditanamkan oleh PT GTP sebesar kisaran Rp20 Milyar.
Selanjutnya biaya bunga perbankan yang di tuntut oleh PT GTP atas pinjaman investasi dengan bunga 14% per tahun selama masa 20 tahun BOT sebesar nominal Rp. 67 milyar. Disamping itu PT GTP juga akan menuntut hak keuntungan yang akan di peroleh selama 20 tahun masa operasional BOT dengan perkiraan mendekati Rp. 80 milyar dan kerugian atas nama baik perusahaan dengan pembatalan BOT.
Kompensasi yang harus dibayar Pemkot Palembang mendekati nominal Rp200 Milyar tunai. Salah atau benar perjanjian BOT Pasar 16 Ilir , legal berdasarkan hukum berlaku di Republik Indonesia dan diakui hukum Internasional.
Belajar dari perjanjian Reklamasi Teluk Jakarta antara Pemprov DKI Jakarta dan pengembang, yang dibatalkan oleh PTUN. Namun terus dilakukan oleh Pemerintah Republik Indonsesia karena legalnya perjanjian tersebut.
Pemerintah tidak ingin hengkangnya investor karena tidak adanya kepastian hukum ber investasi dan juga konvensasi yang harus di bayar bila membatalkan perjanjian tersebut. Hitungan Pemprov DKI bila membatalkan perjanjian tersebut harus membayar nominal Rp. 78 trilyun dan itupun belum termasuk gugatan lainnya.
Legal standing merupakan hak gugat yang diberikan oleh undang-undang dan upaya ini pastinya akan di lakukan oleh PT GTP kepada Pemkot Palembang. Proses hukumnya akan berlangsung sangat lama dan mungkin tidak akan selesai dalam 2 tahun masa jabatan Walikota Palembang saat ini. Sementara belum ada putusan hukum tetap terkait proses gugatan PT GTP maka hak pengelolaan tetap berdasarkan perjanjian BOT.
Sulit memprediksi Pemkot Palembang akan memenangkan gugatan PT GTP karena kebijakan yang salah sebagai dasar pembatalan BOT akan menjadi bomerang bagi Pemkot Palembang. H Budiarto Marsul menyatakan didalam rapat dengar pendapat DPRD Sumsel dan Pemkot Palembang tanggal 26 September 2016 bahwa HBG tidak bisa diperpanjang, pedagang diberikan prioritas tetap berjalan sesuai pengaturan seperti sistem sewa tahunan yang dibuat PD pasar.
Untuk pengelolaan pasar, diambilalih Pemkot dan diserahkan kepada PD Pasar. PD Pasar yang memprogramkan pasar ke depan supaya lebih baik jelas Budiarto. Di dalam rapat ini tidak sedikitpun di bahas perjanjian BOT Pasar 16 Ilir antara PD Pasar Palembang Jaya dan PT Gandha Tahta Prima padahal kebijakan Pemkot Palembang terkait pasar 16 Ilir harus mematuhi legal perjanjian BOT tersebut.
Direktorat Jenderal HAM pernah memberikan penghargaan Kabupaten/Kota Peduli HAM, dimana provinsi Sumatra Selatan menerima 5 (lima) penghargaan dari Menteri Hukum dan HAM diantaranya, Kota Pagaralam, Kota Palembang, OKU, Ogan Ilir dan Prabumulih yang diselenggarakan di Graha Pengayoman pada tanggal 11 Desember 2015 dan puncak acaranya dilakukan di Istana Negara dan diterima langsung Presiden Republik Indonesia Joko Widodo.
"Kriteria Kab/Kota Peduli HAM biasa dijadikan ukuran/tolak ukur indikator bagi kinerja pemerintah karena dalam kriteria Kab./Kota Peduli HAM telah meliputi hak-hak dasar dalam kehidupan terutama Hak Hidup, Hak Kesejahteraan, Hak Mengembangkan Diri, Hak Atas rasa aman dan Hak Wanita”, ujar Asisten I Setda Kota Palembang kala itu.
Terkait penghargaan tersebut Drs Harobin Mustafa M.Si sebagai perwakilan Pemerintah Kota Palembang menyatakan berterimakasih kepada seluruh masyarakat kota Palembang, tanpa dukungan tanpa kontribusi, tanpa partisipasi aktif dari masyarakat kota Palembang, maka kota Palembang tidak akan mendapatkan penghargaan, ini merupakan sumbangsih terbesar bagi masyarakat Palembang dengan adanya penghargaan ini memacu Pemerintah Kota untuk mengambil langkah-langkah strategis karena dianggap sangat bermakna untuk pemenuhan HAM di kota Palembang sehingga harus diteruskan.
Namun nyatanya Pemkot Palembang tidak sedikitpun menghargai hak azazi pengusaha dalam hal ini para pemegang saham PT GTP yang juga penduduk kota Palembang, karena membatalkan BOT pasar 16 Ilir dapat di kategorikan dalam pelanggaran HAM terhadap seseorang ataupun kelompok orang.( Ir.Fery/Boni Belitong )