Pembatalan BOT Pasar 16 Ilir Bentuk Pengakuan Bersalah Pemkot Palembang
PALEMBANG, KBRS-Meninjau dari Hasil pemeriksaan BPK RI Perwakilan Prov Sumsel tahun 2015 terhadap tata laksana PD PPJ menunjukkan bahwa PD PPJ belum membuat SOP untuk semua kegiatan yang ada di PD PPJ. Baik SOP perencanaan,proses produksi, perhitungan tarif sewa dan kerjasama dengan pihak ketiga, pelaksanaan kegiatan, pelayanan kepada pedagang, sampai monitoring dan evaluasi. Hal ini telah disampaikan oleh BPK pada saat pemeriksaan PD PPJ tahun 2012 yang tertuang dalam LHP BPK Nomor 80/LHP/XVIII.PLG/10/2012 tanggal 8 Okotober 2012. Namun demikian, sampai dengan pemeriksaan Tahun 2015, PD PPJ belum memiliki SOP.
Selain itu, berdasarkan hasil pemeriksaan fisik di lapangan atas pelaksanaan operasional diketahui bahwa terdapat tumpang tindih tugas pokok dan fungsi dari masing-masing bidang, prosedur kerjasama dengan pihak ketiga tidak melibatkan Sub Bagian Hukum dan Legal Korporasi, dan tidak adanya ketentuan yang mengatur batasan wewenang dari Unit Kepala Pasar sebagai penanggung jawab di lapangan atas operasional maupun pemanfaatan aset pasar.
Disisi lain berdasarkan pengamatan yang telah di lakukan lsm Underground Developmant prov Sumsel terkait Wacana Pemerintah Kota Palembang membatalkan perjanjian Build, Oprerate and Transfer (BOT) pasar 16 Ilir harus di pertimbangkan “masak – masak” oleh Pemerintah Kota Palembang. Perjanjian BOT Pasar 16 Ilir antara PD Pasar Palembang Jaya dengan PT Ganda Tahta Prima Ibarat buah simalakama untuk Pemerintah Kota Palembang terkhusus Walikota Palembang.
Dalam keteranganannya ketua Lsm Ugd mengatakan” Polemik PD Pasar jaya kota Palembang ini sepertinya telah di lakukan berbagai alasan dan upaya oleh Pemkot Palembang untuk membatalkan perjanjian, berdasarkan Peraturan Pemerintah dan Perda Pendirian PD Pasar Palembang Jaya serta kajian hukum termasuk juga kajian ekonomi. Namun apakah alasan – alasan tersebut dapat membatalkan perjanjian yang telah di sepakati” kata Ir Fery Kurniawan.
“adanya upaya untuk melakukan pembatalan sepihak oleh Pemkot Palembang terhadap perjanjian BOT Pasar 16 Ilir dengan PT Gandha Tahta Prima ( GTP ) merupakan “pengakuan mutlak” bahwa Pemkot Palembang dalam hal ini di wakili oleh PD Pasar Palembang Jaya di duga telah melakukan pelanggaran undang – undang dan peraturan negara Republik Indonesia” kata Ir Fery Kurniawan.
Kemudian lanjutnya “ Dampak dari kebijakan yang di lakukan Pemkot Palembang di duga telah melanggar undang –undang dan peraturan NKRI adalah adanya fihak yang di rugikan dalam hal ini PT Gandha Tahta Prima (PT GTP), Sebagai fihak yang di rugikan tentunya PT Gandha Tahta Prima akan menggugat Pemkot Palembang terhadap kerugian investasi dan prospek keuntungan yang akan di dapat,” tegas ketua Lsm UGD Prov Sumsel di dalam menjawab pertanyaan awak media kemarin.
“ Bagaimana keterkaitan PT Gandha Tahta Prima terhadap kebijakan Pemkot Palembang maka jawabnya “tidak ada keterkaitan” langsung ataupun tidak langsung, Sehingga dapat dinyatakan Pemkot Palembang akan kalah telak dalam proses gugatan karena Pemkot Palembang harus mengakui kesalahannya sendiri sebagai dasar pembatalan perjanjian BOT dengan PT Gandha Tahta Prima” pungkasnya.
Padahal, Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pembentukan Perusahaan PD PPJ Pasal 17 huruf e poin 2 yang menyatakan Direksi dalam mengelola Perusahaan Daerah mempunyai wewenang untuk, antara lain dengan persetujuan Badan Pengawasan, mengadakan antara lain perjanjian-perjanjian kerjasama dengan pihak lain dan atau pinjaman kepada pihak lain dalam perjanjian kerjasama dan atau pinjaman kepada pihak lain dalam hal perjanjian kerjasama dan atau pinjaman tersebut dapat menyebabkan berkurangnya asset atau menimbulkan beban terhadap anggaran Perusahaan Daerah,”jelasnya
“ Perda Nomor 6 tahun 2005 tentang pembentukan PD PPJ merupakan peraturan internal PD PPJ yang tidak ada kaitannya dengan fihak lain dan melibatkan fihak lain. Sehingga bila terjadi kesalahan internal PD PPJ maka hal tersebut bukan kesalahan fihak lain diluar PD PPJ.
Peraturan Walikota Nomor 8.b Tahun 2013 tentang Organisasi dan Tata Kerja PD Pasar Palembang Jaya Pasal 6 huruf d yang menyatakan Badan Pengawas mempunyai tugas, antara lain memberikan saran dan pendapat kepada Walikota terhadap rencana pinjaman dan ikatan hukum kepada pihak lain”ujar Fery.
Padahal untuk perwali No.8b tahun 2013 menjadi dasar Walikota Palembang “Edy Santana” menyetujui BOT Pasar 16 Ilir karena Badan Pengawas hanya bertugas memberikan saran dan pendapat dan tidak mempunyai hak untuk tidak menyetujui kebijakan Pemerintah Kota Palembang.
Karena itu auditor BPK RI di dalam Laporan Pemeriksaan operasional PD PPJ tahun 2015 menyatakan
a. Manfaat dan keuntungan yang seimbang dan wajar bagi kedua belah pihak tidak tercapai;
b. Kepastian hukum dan rasa aman memenuhi ketentuan tertulis yang telah disetujui bersama tidak memiliki dasar yang kuat;
c. Beberapa pasal dalam kontrak tidak dapat digunakan.
Hal tersebut disebabkan oleh Direksi PD PPJ dalam melaksanakan perjanjian kerjasama tidak mempedomani peraturan yang berlaku.
“ Atas permasalahan tersebut Direktur Utama PD PPJ menyatakan bahwa Direksi PD PPJ dalam masa mendatang akan melaksanakan perjanjian kerjasama akan mempedomani peraturan yang berlaku dan akan berupaya mengevaluasi dan mengkaji kembali kerjasama BOT Pasar 16 Ilir dengan PT GTP dari aspek hukum maupun aspek
Selain itu, berdasarkan hasil pemeriksaan fisik di lapangan atas pelaksanaan operasional diketahui bahwa terdapat tumpang tindih tugas pokok dan fungsi dari masing-masing bidang, prosedur kerjasama dengan pihak ketiga tidak melibatkan Sub Bagian Hukum dan Legal Korporasi, dan tidak adanya ketentuan yang mengatur batasan wewenang dari Unit Kepala Pasar sebagai penanggung jawab di lapangan atas operasional maupun pemanfaatan aset pasar.
Disisi lain berdasarkan pengamatan yang telah di lakukan lsm Underground Developmant prov Sumsel terkait Wacana Pemerintah Kota Palembang membatalkan perjanjian Build, Oprerate and Transfer (BOT) pasar 16 Ilir harus di pertimbangkan “masak – masak” oleh Pemerintah Kota Palembang. Perjanjian BOT Pasar 16 Ilir antara PD Pasar Palembang Jaya dengan PT Ganda Tahta Prima Ibarat buah simalakama untuk Pemerintah Kota Palembang terkhusus Walikota Palembang.
Dalam keteranganannya ketua Lsm Ugd mengatakan” Polemik PD Pasar jaya kota Palembang ini sepertinya telah di lakukan berbagai alasan dan upaya oleh Pemkot Palembang untuk membatalkan perjanjian, berdasarkan Peraturan Pemerintah dan Perda Pendirian PD Pasar Palembang Jaya serta kajian hukum termasuk juga kajian ekonomi. Namun apakah alasan – alasan tersebut dapat membatalkan perjanjian yang telah di sepakati” kata Ir Fery Kurniawan.
“adanya upaya untuk melakukan pembatalan sepihak oleh Pemkot Palembang terhadap perjanjian BOT Pasar 16 Ilir dengan PT Gandha Tahta Prima ( GTP ) merupakan “pengakuan mutlak” bahwa Pemkot Palembang dalam hal ini di wakili oleh PD Pasar Palembang Jaya di duga telah melakukan pelanggaran undang – undang dan peraturan negara Republik Indonesia” kata Ir Fery Kurniawan.
Kemudian lanjutnya “ Dampak dari kebijakan yang di lakukan Pemkot Palembang di duga telah melanggar undang –undang dan peraturan NKRI adalah adanya fihak yang di rugikan dalam hal ini PT Gandha Tahta Prima (PT GTP), Sebagai fihak yang di rugikan tentunya PT Gandha Tahta Prima akan menggugat Pemkot Palembang terhadap kerugian investasi dan prospek keuntungan yang akan di dapat,” tegas ketua Lsm UGD Prov Sumsel di dalam menjawab pertanyaan awak media kemarin.
“ Bagaimana keterkaitan PT Gandha Tahta Prima terhadap kebijakan Pemkot Palembang maka jawabnya “tidak ada keterkaitan” langsung ataupun tidak langsung, Sehingga dapat dinyatakan Pemkot Palembang akan kalah telak dalam proses gugatan karena Pemkot Palembang harus mengakui kesalahannya sendiri sebagai dasar pembatalan perjanjian BOT dengan PT Gandha Tahta Prima” pungkasnya.
Padahal, Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pembentukan Perusahaan PD PPJ Pasal 17 huruf e poin 2 yang menyatakan Direksi dalam mengelola Perusahaan Daerah mempunyai wewenang untuk, antara lain dengan persetujuan Badan Pengawasan, mengadakan antara lain perjanjian-perjanjian kerjasama dengan pihak lain dan atau pinjaman kepada pihak lain dalam perjanjian kerjasama dan atau pinjaman kepada pihak lain dalam hal perjanjian kerjasama dan atau pinjaman tersebut dapat menyebabkan berkurangnya asset atau menimbulkan beban terhadap anggaran Perusahaan Daerah,”jelasnya
“ Perda Nomor 6 tahun 2005 tentang pembentukan PD PPJ merupakan peraturan internal PD PPJ yang tidak ada kaitannya dengan fihak lain dan melibatkan fihak lain. Sehingga bila terjadi kesalahan internal PD PPJ maka hal tersebut bukan kesalahan fihak lain diluar PD PPJ.
Peraturan Walikota Nomor 8.b Tahun 2013 tentang Organisasi dan Tata Kerja PD Pasar Palembang Jaya Pasal 6 huruf d yang menyatakan Badan Pengawas mempunyai tugas, antara lain memberikan saran dan pendapat kepada Walikota terhadap rencana pinjaman dan ikatan hukum kepada pihak lain”ujar Fery.
Padahal untuk perwali No.8b tahun 2013 menjadi dasar Walikota Palembang “Edy Santana” menyetujui BOT Pasar 16 Ilir karena Badan Pengawas hanya bertugas memberikan saran dan pendapat dan tidak mempunyai hak untuk tidak menyetujui kebijakan Pemerintah Kota Palembang.
Karena itu auditor BPK RI di dalam Laporan Pemeriksaan operasional PD PPJ tahun 2015 menyatakan
a. Manfaat dan keuntungan yang seimbang dan wajar bagi kedua belah pihak tidak tercapai;
b. Kepastian hukum dan rasa aman memenuhi ketentuan tertulis yang telah disetujui bersama tidak memiliki dasar yang kuat;
c. Beberapa pasal dalam kontrak tidak dapat digunakan.
Hal tersebut disebabkan oleh Direksi PD PPJ dalam melaksanakan perjanjian kerjasama tidak mempedomani peraturan yang berlaku.
“ Atas permasalahan tersebut Direktur Utama PD PPJ menyatakan bahwa Direksi PD PPJ dalam masa mendatang akan melaksanakan perjanjian kerjasama akan mempedomani peraturan yang berlaku dan akan berupaya mengevaluasi dan mengkaji kembali kerjasama BOT Pasar 16 Ilir dengan PT GTP dari aspek hukum maupun aspek