PT Tunas Lampung Jarah Tanah Bersertifikat
PALEMBANG, KBRS- PT Tunas Baru Lampung TBK (PT TBL Tbk) perusahaan perkebunan kelapa sawit milik investor China Malaysia menguasai lahan di Kabupaten Banyuasin seluas 25.000 Ha.Menurut informasi dari sumber yang tidak ingin di sebutkan namanya HGU PT TBL di keluarkan tahun 2010 sementara penanaman kelapa sawit di mulai sejak tahun 1998, diduga terjadi pemalsuan dokumen status tanah pada saat proses pengajuan permohonan HGU perkebunan kelapa sawit oleh PT TBL dimana terdapat tanah bersertifikat Hak Milik dinyatakan telah diganti rugi.
Lahan yang di jarah oleh PT TBL tersebut milik masyarakat yang bersertifikat Hak Milik seluas 14 Ha,Penjarahan ini diduga memang di sengaja mengingat posisi lahan tersebut berada di tengah – tengah areal perkebunan sawit milik PT TBL sehingga dapat menghalangi keluarnya izin HGU PT Tunas Baru Lampung dan juga mengakibatkan PT TBL tidak bisa menutup portal akses jalan untuk pemilik tanah tersebut.
Salah seorang staff lapangan PT TBL “Dany” menawarkan dan memaksa ganti rugi lahan sesuai nilai yang di tetapkan oleh perusahaan tanpa negoisasi, ganti rugi ini di tolak oleh pemilik lahan ,namun PT TBL tetap melakukan penanaman di lahan kepemilikan pribadi seluas 14Ha tersebut pada tahun 2002.
Telah lebih dari sepuluh tahun kelapa sawit yang di tanam di lahan bersertifikat milik masyarakat tersebut berproduksi tanpa sekalipun PT TBL memberi konvensasi kepada pemilik tanah, Saat pemilik tanah akan mengambil alih lahan tersebut karena merupakan haknya, PT TBL mengumpulkan hampir 300 security dan Pam Swakarsa untuk menghalangi pemilik tanah mengambil alih lahannya.
Penelusuran lebih lanjut mengindikasikan bahwa keluarnya izin HGU PT TBL Tbk karena diduga ada keterkaitannya dengan mantan Bupati Banyuasin yang juga ayah tersangka OTT KPK di Pemkab Banyuasin “AI”.
Disinyalir terdapat lahan kebun sawit PT TBL merupakan lahan milik “AI” yang diduga sebagai balas jasa izin prinsip yang di keluarkan Pemkab Banyuasin, Teramat sulit untuk menemui Direksi PT TBL Tbk untuk mendapatkan konfirmasi lebih lanjut karena diduga tidak berdomisili di Indonesia dan semua di serahkan ke staff PT TBL Tbk yang akan selalu menjawab “semua tergantung keputusan Direksi dan Direksi tidak berada di tempat”.
Syarat utama perrmohonan HGU disetujui dan di keluarkan adalah sebagai berikut :
1. Jual-beli subyek hak tanah yang diperoleh dan tanah yang bersertifikatnya proses jual-beli ini dilakukan melalui Pejabat Pembuat Akta Tanah ( PPAT ).
2. Pelepasan hak di depan PPAT, Yaitu Notaris PPAT atau camat jika tanahnya belum terdaftar dan/atau tanah adat
3. Melalui permohonan hak jika tanahnya dikuasai oleh negara.Dalam kasus ini tanah harus bebas dari garapan atau penguasaan lainya atas tanah dimaksud.
4. Melelui tukar menukar jika tanahnya milik instansi pemerintah setelah Mendapat persetujuan dari menteri Keuangan.
5. Pelepasan tanah disertai penyerahan pembayaran rekognisi dalam hal tanahnya berupa tanah ulayat, sepanjang kenyataanya hak ulayat tersebut masih ada.
Bila dilihat dari persyaratan permohonan HGU maka diduga kuat PT TBL Tbk telah memalsukan dokumen tentang status tanah sehingga HGU PT TBL terhadap lahan seluas 25.000 Ha cacat hukum. Staff PT TBL mengetahui status tanah bersertifikat atas kepemilikan pribadi di lokasi HGU PT TBL dan berupaya memaksakan kehendak dengan ganti rugi sesuai keinginan perusahaan.
Untuk mendapatkan Izin lokasi maka, perusahaan perkebunan harus melakukan pembebasan lahan yang merupakan syarat utama di terbitkannya HGU. Lebih rinci mengenai ganti rugi lahan yang menjadi syarat utama dikeluarkannya HGU adalah :
1. Uang pembayaran ganti rugi telah lunas
2. Pemukiman kembali ( relokasi/konsolidasi ) masyarakat di wilayah HGU
3. Memberi Kesempatan kerjau ntuk masyarakat lokal
4. Penyertaan saham untuk pemilik lahan
5. Atau Gabungan dari beberapa bentuk konpensasi diatas. Sesuai dengan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional nomor 3 tahun 1990 pasal 5 , Permohonan HGU diajukan kepada Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Propinsi dengan dilampirkan fotocopy berikut ini :
1. Izin lokasi.
2. Bukti – bukti perolehan tanahnya.
3. NPWP dengan tanda bukti pelunasan PBB.
4. Gambar situasi tanah hasil pengukuran Kadastral oleh Kepala Kantor Pertanahan setempat.
5. Jati diri dari pemohon ( akte pendirian perusahaan ).
6. Surat keputusan pelepasan kawasan hutan dari Menteri kehutanan dalam hal tanahnya diperoleh dari hutan konversi.
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1960 Tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin Yang Berhak Atau Kuasanya. Penyerobotan Tanah dari Perspektif Pidana di dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 51 PRP Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin Yang Berhak Atau Kuasanya (UU No 51 PRP 1960) menyatakan bahwa pemakaian tanah tanpa izin dari yang berhak maupun kuasanya yang sah adalah perbuatan yang dilarang, dan dapat diancam dengan hukuman pidana. Adapun tindakan yang dapat dipidana sesuai dengan Pasal 6 UU No 51 PRP 1960 adalah:
1. barangsiapa yang memakai tanah tanpa izin yang berhak atau kuasanya yang sah,
2. barangsiapa yang menggangu pihak yang berhak atau kuasanya yang sah di dalam menggunakan suatu bidang tanah,
3. barangsiapa menyuruh, mengajak, membujuk atau menganjurkan dengan lisan maupun tulisan untuk memakai tanah tanpa izin dari yang berhak atau kuasanya yang sah, atau mengganggu yang berhak atau kuasanya dalam menggunakan suatu bidang tanah, dan
4. barangsiapa memberi bantuan dengan cara apapun untuk memakai tanah tanpa izin dari yang berhak atau kuasanya yang sah, atau mengganggu pihak yang berhak atau kuasanya dalam menggunakan suatu bidang tanah.
Pasal-pasal lain yang juga sering dipergunakan dalam tindak pidana penyerobotan tanah adalah Pasal 385 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), dengan ancaman pidana paling lama empat tahun, dimana barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, menjual, menukarkan atau membebani dengan credietverband suatu hak tanah, padahal ia tahu bahwa orang lain yang mempunyai hak atau turut mempunyai hak atau turut mempunyai hak atasnya.
Meskipun Perpu ini sudah lama, tetapi sampai saat ini masih berlaku dan dapat diterapkan kepada pihak-pihak yang sewenang-wenang melakukan penyerobotan tanah baik penyerobotan tanah pribadi maupun tanah ulayat. Proses penyelidikan dapat dilakukan secara cepat, dan lahan dapat dikuasai segera dengan melibatkan pihak kepolisian.
Selama sepuluh tahun masa produksi sawit di atas lahan kepemilikan pribadi tersebut, PT Tunas Baru Lampung telah mengeruk keuntungan lebih dari Rp. 5 milyar rupiah dan hanya bersedia dan memaksa ganti rugi senilai Rp. 300 juta. Sementara itu keuntungan yang didapatkan China Malaysia di atas lahan seluas 25.000 Ha tersebut setiap bulannya mendekati nominal Rp. 100 milyar. Disinyalir terdapat lahan milik mantan Bupati Banyuasin “AI” di dalam areal perkebunan milik PT Tunas Baru Lampung yang di berikan untuk konvensasi pemberian izin prinsip kepada PT Tunas Baru Lampung atau patut diduga terjadi tindak pidana pencucian uang yang di duga di lakukan oleh PT Tunas Baru Lampung.( fk/bb)