News BreakingNews
Live
wb_sunny

Breaking News

Siti Fadilah Supari Ditahan KPK Terkait Korupsi Alkes

Siti Fadilah Supari Ditahan KPK Terkait Korupsi Alkes

JAKARTA, KBRS-Komisi Pemberantasan Korupsi resmi menahan mantan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari terkait kasus dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan di Pusat Masalah Kesehatan pada Departemen Kesehatan dari dana Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) revisi APBN Pusat Penanggulangan Krisis Depkes tahun anggaran 2007.

Berdasarkan pantauan, Siti ditahan setelah menjalani pemeriksaan atas statusnya sebagai tersangka dalam kasus tersebut. Siti yang sebelumnya mengenakan dres batik hitam terlihat telah mengenakan rompi tahanan KPK berwarna oranye.

Sebelum masuk ke dalam mobil tahanan, Siti menyatakan tidak bersalah dalam kasus yang disangkakan oleh KPK terhadap dirinya. Ia mengklaim tidak pernah menerima atau memberi suap dalam proyek tersebut.

"Saya dituduh menerima. Padahal saya tidak menerima. Tidak ada pemberi dan tidak ada bukti saya menerima," ujar Siti di Kantor KPK, Jakarta, Senin (24/10).

Lebih lanjut, Siti menilai, KPK dan Presiden Joko Widodo melakukan tebang pilih dalam penindakan korupsi. Ia mengklaim, dirinya telah dikorbankan untuk menutup kasus korupsi besar yang terjadi di Indonesia.

Pasalnya, ia meyakini, KPK tidak memiliki bukti atas dugaan dirinya terlibat dalam korupsi tersebut.

"​Ini benar-benar kriminalisasi. Janganlah kasus saya ini untuk menutupi kasus yang lebih besar. Jangan pengalihan isu memakai isu saya," ujar Siti.

Siti ditetapkan tersangka oleh lembaga antirasuah pada April 2014. Dia disangka menyalahgunakan wewenang saat menjabat sebagai menteri. Kala itu, 2007, Siti bertanggung jawab dalam proyek pengadaan alat kesehatan.

Siti disangka melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 15 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 56 ayat 2 KUHP.

Divonis Bersalah

Dalam kasus yang sama, bekas Direktur Jenderal Bina Pelayanan Medik Kemenkes Ratna Dewi Umar telah divonis majelis hakim dengan hukuman lima tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider tiga bulan kurungan. Dalam amar putusan Ratna, nama Siti Fadilah disebut.

Selain itu, mantan Kepala Pusat Penanggulangan Krisis Kemenkes, Rustam Syarifuddin Pakaya, juga dihukum empat tahun penjara dan denda Rp250 juta subsider enam bulan kurungan. Rustam dinyatakan bersalah dalam kasus yang disangkakan juga pada Siti.

Dalam amar putusan, Rustam disebut menerima duit dari Masrizal Achmad Syarief, karyawan PT Graha Ismaya sebesar Rp4,97 miliar. Dari total duit tersebut, Siti Fadilah dan Els Mangundap disebut kecipratan. Siti menerima uang panas senilai Rp1,27 miliar sementara Els Mangundap senilai Rp850 juta.

Sementara itu untuk kasus serupa, vonis bui dua tahun dan delapan bulan telah dibacakan majelis hakim Pengadilan Tipikor untuk Sekretaris Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan Mulya A. Hasjmy. Hasjmy merupakan anak buah Siti.

Dalam salinan putusan Hasjmy, nama Siti Fadilah disebut beberapa kali. Putusan tersebut juga dapat digunakan sebagai bukti untuk berkas penyidikan kasus Siti.

Mulya disebut melancarkan korupsi dengan menunjuk langsung perusahaan rekanan tanpa melalui lelang. Mulya atas perintah Siti Fadilah menyetujui pengusulan PT Bhineka Usada Raya (BUR) menjadi perusahaan rekanan yang menggunakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai “bendera”.

Sementara itu, Siti juga terjerat kasus pengadaan alat kesehatan untuk kebutuhan antisipasi kejadian luar biasa masalah kesehatan akibat bencana tahun 2005. Siti disangka menyalahgunakan wewenangnya.

Dalam amar putusan, Rustam disebut menerima duit dari Masrizal Achmad Syarief, karyawan PT Graha Ismaya, sebesar Rp4,97 miliar. Dari total duit tersebut, Siti Fadillah Supari dan Els Mangundap disebut kecipratan. Siti menerima uang panas senilai Rp1,27 miliar, sedangkan Els Mangundap Rp850 juta. (detikcom/cnnindonesia)

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.