Polemik BOT Pasar 16 Jadi Momok Bagi Investor Untuk Berinvestasi Di Kota Palembang
PALEMBANG, KBRS-LSM UGD melalui Ketua Ir Fery Kurniawan emngatakan para anggota DPRD Palembang harus jelas dalam peranannya menyikapan masalah BOT dan harus tahu jika masalah ini ada fihak yang dirugikan.Hal tersebut disampaikannya dalam orasi terkait masalah BOT Pasar 16 Ilir bersama Fober LSM yang digelar Selasa (18/10).Anggota DPRD Palembang menurut Fery harus menelaah kisruh BOT yang sudah menjadi perhatian publik terutama kalangan pengusaha.
"Sekarang pengusaha lokal dan luar sudah bisa memahami begitu peliknya untuk menjadi investor dan berinvestasi di Kota Palembang, karena begitu banyak campur tangan pihak yang tidak berkepentingan untuk mencari kepentingan pribadi. Padahal tujuan utamanya adalah meningkatkan PAD Kota Palembang," papar Fery,
Menurut ia jika masalah ini diteruskan, bagaimana Kota Palembang bisa maju. Perhatikan saja asset Pemkot Palembang yang terbengkalai sehingga tidak ada minat investor untuk lakukan kerjasama. Diantaranya pengelolaan Kota Agropolitan Pulokerta, Lokasi Pulokemaro. "Begitu banyak uang APBD Kota Palembang yang telah digelontorkan, tapi sampai sekarang belum jelas azas manfaatnya, hanya merupakan simbol belaka bahwa Kota Palembang memiliki aset itu," terang Fery. Terkait BOT PD Pasar Jaya dengan PT Gandha Tahta Prima menurut Fery ibarat pisau bermata dua yang akan membunuh pemiliknya jika digunakan.
"Perjanjian Build of Transfer Pasar 16 Ilir ini disinyalir tanpa kajian hukum dan menyeret Pemkot Palembang dalam pusaran kisruh Pasar 16 Ilir," tandasnya.Anggota Komisi II DPRD Kota Palembang Chandra Darmawan saat menerima pengunjuk rasa mengatakan BOT sudah menjadi perhatian DPRD Kota Palembang, jadi kesimpulannya BOT ini diminta untuk dibatalkan. "Tapi usulan ini tidak semudah membalikkan telapak tangan, tapi itu merupakan salah satu jalan terbaik," terang Chandra Darmawan
Dari data yang dihimpun LSM UGD menurut Fery adalah perselisihan antara pedagang, PD Pasar Palembang Jaya dan PT Ganda Tahta Prima harus diselesaikan melalui jalur hukum. Karena masalah masalah keuangan yang berpotensi merugikan negara dan adanya perjanjian yang menjerat PD Pasar Palembang Jaya
Fery memaparkan bahwa Pada tanggal Dua Puluh Delapan Pebruari tahun dua ribu tiga belas PD Pasar Jaya dan PT Gandha Tahta Prima membuat perjanjian BOT Pasar 16 Ilir dimana Didalam perjanjian tersebut PT Gandha Tahta Prima berkewajiban untuk membangun los dan kios di lantai 4 dan lantai 5 sebanyak lebih kurang 700 (tujuh ratus) unit atau menyewakan ruangan lantai 4 dan lantai 5 kepada fihak ketiga atau lantai 4 dan lantai 5 tersebut di pergunakan untuk di sewakan sebagai ruang serbaguna dan keperluan lainnya, pembangunan escalator (naik dan turun) yang menghubungkan lantai 3 (tiga) kelantai 4 (empat) dan dari lantai 4 (empat) ke lantai 5 (lima) serta membangun lift barang yang menghubungkan semua lantai dalam jangka waktu pembangunan paling lambat 360 (tiga ratus enam puluh) hari kalender terhitung sejak di tanda tanganinya perjanjian ini.
“Untuk pengelolaan termasuk sewa dan/atau jual dari tahun 2013 (dua ribu tiga belas) sampai dengan tahun 2033 (dua ribu tiga puluh tiga)," kata Fery.
Ia melanjutkan bila di cermati dengan kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar, maka perjanjian tersebut tidak mengharuskan PT GTP membangun los dan kios di lantai 4 dan lantai 5 dan memberi alternative menyewakan kepada fihak ketiga Untuk lantai Basement sampai lantai 3 (tiga) : melaksanakan renovasi dan pengelolaan los dan kios dimulai sejak tanggal satu Agustus dua ribu tiga belas sampai dengan tanggal dua puluh delapan Februari tahun dua ribu tiga puluh tiga sedangkan hak untuk menyewakan dan/atau menjualkan los dan kios tersebut di mulai sejak tanggal tiga Januari tahun dua ribu enam belas sampai tanggal dua Januari tahun duaribu tiga puluh tiga. Dr Ir H Apriadi. S Busri, CES saat masih menjabat Direktur Utama PD Pasar Jaya menyatakan bahwa, PT Gandha Tahta Prima tidak mematuhi perjanjian dengan tidak melaksanakan pembangunan dan renovasi Pasar 16 ilir
“Karena masih berlakunya perjanjian BOT antara PD Pasar Palembang Jaya, Pemkot Kota Palembang dan PT Prabu Makmur maka PT GTP belum melaksanakan pembangunan dan renovasi pasar 16 ilir sampai dengan masa berakhir HGB PT Prabu Makmur tahun 2016,dinyatakan didalam perjanjian BOT PD Pasar Palembang Jaya dan PT GTP “kecuali hak menyewakan atau menjual kepada fihak lain sebelum berakhirnya Hak Guna Bangunan atas nama PT Prabu Makmur”. Pernyataan ini ber aspek hukum pidana bilamana PT GTP membangun atau merenovasi pasar 16 ilir sebelum berakhirnya HGB PT Prabu Makmur tahun 2016,” tambahnya lagi.
Kisruh ini juga akan melebar ke aspek hukum dan keuangan mengenai setoran retribusi Pasar 16 Ilir tahun 2013 hingga tahun 2016 yang diterima PD Pasar Palembang Jaya dari PT GTP dan adanya rekomendasi BPK RI belum dilaksanakan oleh PD Pasar Palembang Jaya.
"Pedagang pasar 16 Ilir sampai saat ini belum mendapat kepastian hukum mengenai status los dan kios yang sudah berakhir HGBnya tahun 2016. Apakah di perpanjang ataukah di rubah menjadi system sewa per tahun. Sementara BOT pasar 16 Ilir antara PD Pasar Palembang Jaya dan PT Gandha Tahta Prima masih menggantung. Ada baiknya Pemerintah Kota Palembang melakukan Buy Back BOT PD Pasar Palembang Jaya dengan PT Gandha Tahta Prima dengan membayar konvensasi kepada PT Gandha Tahta Prima untuk memberi kepastian hukum kepada pedagang pasar 16 Ilir atau mereschedule ulang waktu perjanjian BOT,” tutur Fery`
Fery berharap adanya tindaklanjut mengenai rekomendasi BPK RI tahun 2015 serta pertanggung jawaban laporan keuangan PD Pasar Palembang Jaya tahun 2013 sampai dengan 2016 sebaiknya dimintakan pertanggung jawaban Direktur utama PD Pasar Palembang Jaya dan Kuasa PT Gandha Tahta Prima atau dilimpahkan ke jalur hukum.(Boni Belitong)