Penyelesaian Kisruh Pasar 16 Ilir Antara Niat dan Kepentingan
PALEMBANG, KBRS-Berakhirnya masa HGB los dan kios pasar 16 Ilir Januari 2016 menjadikan status kepemilikan los dan kios di lokasi tersebut hingga kembali ke Pemerintah Kota Palembang.
Berdasarkan berakhirnya masa perjanjian kerjasama pengelolaan selama20 tahun antara PT Prabu Makmur dengan Pemerintah Kota Palembang. Namun sebelum berakhirnya masa HGB los dan kios pasar 16 Ilir per 3 Januari tahun 2016, Pemerintah kota Palembang melalui PD Pasar Palembang Jaya mengadakan perjanjian kerjasama Build, Operate and Transfer (BOT) dengan investor swasta PT Gandha Tahta Prima.
Perjanjian ini memberikan hak pengelolaan dan penarikan sewa los dan kios pasar 16 Ilir kepada PT Gandha Tahta Prima, timbul polemik ketika Pemkot Palembang ber upaya membatalkan perjanjian BOT dengan PT GTP yang berakibat tertundanya penarikan sewa los dan kios pasar 16 Ilir dan besaran tarif sewa yang akan di bebankan kepada para pedagang.
Disisi lain para pedagang yang dahulunya memegang HGB los dan kios pasar 16 Ilir mempertanyakan status los dan kios mereka apakah di perpanjang HGBnya ataukah beralih ke system sewa seperti yang di inginkan oleh Pemkot Palembang.
Menurut sumber dari staff PT GTP selaku pengelola pasar 16 Ilir sesuai perjanjian BOT dengan PD Pasar Palembang Jaya didapat info “Bos kami sebenarnya siap untuk menalangi sewa yang di bebankan kepada para pedagang dengan tariff yang telah di sepakati dengan perjanjian HGB selama 20 tahun.
Kemudian lanjutnya mengatakan “Masalah penarikan sewa HGB kan tidak merepotkan PD PPJ karena sudah di ambil alih PT GTP, ujar sumber tersebut.
Pernyataan ini sebenarnya memberi solusi yang tepat untuk Pemkot Palembang dan pedagang pasar 16 Ilir bila pernyataan tersebut benar adanya. Yang menjadi kendala utama operasional pasar 16 Ilir adalah kebijakan Pemerintah daerah Kota Palembang mengenai kelanjutan perjanjian BOT Pasar 16 Ilir.
Ketika di mintakan pendapatnya mengenai BOT pasar 16 Ilir,Ir Feri Kurniawan Ketua LSM UGD menyatakan “Sebaiknya Pemkot Palembang mentaati perjanjian BOT karena tidak merepotkan Pemkot Palembang”, Ujarnya.
“Pendapatan PD Pasar tahun 2014 sebesar Rp. 9.825.337.959,00 sementara pengeluaran sebesar nominal Rp. 9.735.444.355,00 dan pendapatan lainnya hanya Rp. 716.223.374,00 sehingga laba bersih setelah pajak hanya sebesar Rp. 447.352.984,00, apakah ini yang disebut perusahaan dagang”, papar Feri kepada wartawan.
lanjutnya “terkait dengan tenaga kerjanya dengan jumlah karyawan tetap dan tidak tetap sebanyak 197 orang dan total Biaya Pegawai sebesar Rp7.265.265.380,00 untuk Tahun 2014 PD Pasar Palembang terlihat seperti perusahaan tenaga kerja” tutur Feri.
“BOT pasar 16 Ilir dan pasar Kuto menghasilkan restribusi bulanan Rp. 120.000.000,- tanpa perlu repot – repot menggaji karyawan dan itupun diluar pemasukan dari sewa bulanan,Seandainya 32 pasar lainnya di BOT kan dengan rata –rata restribusi Rp. 10.000.000,- saja per bulan per pasar maka PD Pasar Palembang mendapat neto income restribusi sebesar Rp. 440.000.000,-per bulan dan cukup mengeluarkan gaji untuk 10 tenaga survey pasar,”menurut Feri.
“PAD dari pendapatan restribusi pasar Rp. 5.280.000.000,- per tahun diluar pendapatan sewa los dan kios dan bila di akumulasikan dengan pendapatan sewa maka pendapatan PD pasar Jaya Kota Palembang bisa mencapai maksimal Rp. 30.000.000.000 per tahun tanpa menanggung biaya perawatan pasar serta penyertaan modal”, ujar feri.
Kemudian “terkait kisruhnya masalah ini di duga terlalu banyak kebijakan dan pendapat yang membuat keruh tentang BOT dari kalangan yang berkepentingan,pemerintah harus menyadari jika seperti ini caranya melakukan kerja sama dengan investor di kota Palembang maka tidak menutup kemungkinan akan menjadi tolak ukur para investor lain jika ingin menjalin kerja sama dengan pemkot Palembang yang terlihat runyam biokrasinya”kata Ir Fery Kurniawan. ( Boni Belitong )