LSM UGD PROV SUMSEL : Tidak Ada Kepastian Hukum Berinvestasi di Kota Palembang
PALEMBANG, KBRS-Upaya Pemerintah kota Palembang membatalkan perjanjian BOT Pasar 16 Ilir berdampak kepada iklim ber investasi di kota Palembang. Investor yang ingin menanamkan investasinya di kota Palembang menjadi takut dengan tidak adanya kepastian hukum ber investasi di kota Palembang.Terkait perihal ini menurut pandangan Ketua LSM Underground Devolepment Prov sumsel mengatakan” tidak adanya kepastian hukum berinvestasi di kota Palembang ini dapat kita lihat sekarang tentang kasus perjanjian BOT Pasar 16 Ilir dengan investor PT Gandha Tahta Prima dan investasi papan reklame dan Baleho di sepanjang jalan protokol kota Palembang,” ungkap Ir Fery Kurniawan kepada wartawan (15/10/2016)
“ Pemeirntah kota Palembang telah membuat perjanjian didepan notaris dengan investor swasta PT Gandha Tahta Prima (PT GTP) untuk membangun, mengelola dan menyerahkan pasar 16 ke Pemkot Palembang setelah 20 tahun pengelolaan,namun Perjanjian ini di akan di anulir oleh Pemerintah kota Palembang dengan alasan PT GTP melakukan wanprestasi perjanjian Build Operate and Transfer (BOT),” paparnya.
Melihat kondisi seperti ini sepertinya Pemerintah kota Palembang dan DPRD Kota Palembang berupaya membatalkan kontrak investasi pasar 16 Ilir dengan berbagai alasan termasuk menggandeng Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya dengan membuat kajian hukum untuk membatalkan investasi PT Gandha Tahta Prima dan membuat kajian ekonomi oleh PT Properindo Tama tentang keuntungan bila BOT Pasar 16 Ilir di batalkan.
Kemudian Fery melanjutkan “Penundaan perjanjian BOT pasar 16 Ilir selama 20 bulan dari tanggal 1 Agustus 2013 sampai Mei 2015 dengan Surat PD PPJ Nomor 511.2/415/PD-Psr/2013 tentang Penundaan Pelaksanaan Perjanjian Kerjasama Pengelolaan dan Penyerahan Pasar 16 Ilir Palembang. Di dalam surat tersebut dinyatakan bahwa PT GTP diminta untuk menghentikan segala bentuk kegiatan di Pasar 16 Ilir dan Direktur Utama PD PPJ menyampaikan usulan pembatalan BOT kepada Walikota Palembang dengan surat Nomor 539/438.8/PD.Psr/VIII/2013 pada tanggal 23 Agustus 2013,” ujarnya dengan jelas.
“ Mengenai penghentian sementara kerjasama selama 20 bulan dari Juli 2013 sampai Mei 2015 oleh direktur utama PD PPJ telah menciptakan ketidak pastian hukum dan dugaan manifulatif restribusi pasar 16 Ilir. Restribusi selama 20 bulan penundaan perjanjian BOT mencapai nominal Rp. 2,4 milyard yang di ambil alih oleh PD Pasar Jaya Palembang. Menjadi tanda tanya siapa yang bertanggung jawab terhadap setoran restribusi tersebut dan berapa yang di setorkan PD Pasar Palembang Jaya untuk PAD Kota Palembang” katanya
BPK RI menyatakan di dalam Laporan Hasil Pemeriksaan atas operasional PD Pasar Palembang Jaya tahun 2014 dan semester 1 tahun 2015 :
1. Manfaat dan keuntungan yang seimbang dan wajar bagi kedua belah fihak tidak tercapai (masa penundaan 20 bulan).
2. Kepastian hukum dan rasa aman memenuhi ketentuan tertulis yang telah di setujui bersama tidak memiliki dasar yang kuat (meragukan).
Lanjutnya “ Perjanjian BOT dengan PT GTP sangat menguntungkan Pemkot Palembang mengingat tidak membebani APBD Kota Palembang dan menghindari adanya potensi kebocoran PAD. Bila disimak dari LHP BPK RI dimana jumlah pemasukan PAD pasar 16 Ilir selama masa penundaan 2013 sampai dengan 2015 tidak signifikan” jelasnya
Walikota Palembang harus mengambil keputusan yang tegas untuk melanjutkan BOT Pasar 16 Ilir dengan PT Gandha Tahta Prima dan mengganti rugi investasi perusahaan advertising yang telah menanamkan investasi papan baleho dan iklan di sepanjang jalamn protokol namun di robohkan oleh PT Waskita Palembang untuk tiang LRT.
“Di khawatirkan program Palembang Emas terhambat karena semua investor akan hengkang dan meninggalkan kota Palembang untuk ber investasi di Kota Muara Enim,lahat dan Sekayu dengan iklim investasi yang bebas dari intervensi Pemerintah daerah,” kata Ir Fery Kurniawan. (Boni Belitong)