LRT Kota Palembang, Kebohongan Publik ataukah Konspirasi
Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan menyatakan butuh dana Rp 7,2 triliun untuk membangun Light Rapid Transit (LRT). Kepala Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informasi Provinsi Sumatera Selatan, Nasrun Umar, menilai pemerintah harus bertanggung jawab atas menyediakan dana itu.PALEMBANG, KBRS-"Saya kembalikan pada falsafah bahwa transportasi masyarakat adalah tanggung jawab pemerintah," kata Nasrun di kantornya, Jalan Kapten A. Rivai, Palembang, Sumatera Selatan kala itu, Selasa (25/8/2015)
Sementara itu Gubernur Sumsel dan Menteri Perhubungan Ignasius Jonan pada 10 Januari 2016 menyatakan optimistis pengerjaan proyek light rail transit (LRT) dapat selesai tepat waktu meskipun banyak kendala dalam pembangunan jalur sepanjang 22,5 kilometer yang hanya dilakukan dalam waktu dua tahun.
"Kami akan habis-habisan agar ini bisa jadi yang pertama di Indonesia," Ujar Gub Sumsel saat itu, Minggu 10/01/16. Menurut beliau, LRT Palembang akan menjadi angkutan umum dalam kota yang pertama selesai di Indonesia.
Di lain fihak Choliq (Direktur Utama Waskita) menyatakan bahwa total investasi pembangunan LRT Palembang mencapai Rp 11,4 triliun. Timbul pertanyaan berapa biaya sebenarnya untuk pembangunan LRT Kota Palembang, apakah Rp. 7,2 trilyun ataukah Rp. 11,4 trilyun.
APA PERBEDAAN LRT KOTA PALEMBANG DAN LRT JAKARTA ???
Payung hukum LRT Jakarta adalah Perpres No. 98 tahun 2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Kereta Ringan/Light Rail Transit (LRT) terintegrasi di Jakarta, Bogor, Depok, dan Perpres No. 99 tahun 2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Perkeratapian Umum Di DKI Jakarta.
PT Adhi Karya akan membangun 2 rute LRT dengan total panjang 83,6 kilometer. Untuk tahap pertama, nilai investasi ditaksir sekitar Rp 11, 9 triliun yang meliputi lintas layanan Cibubur-Cawang, Bekasi Timur-Cawang, dan Cawang-Dukuh Atas. Lintas layanan ini akan disambungkan melalui 18 stasiun dengan panjang lintasan 42,1 km.
Bandingkan dengan biaya pembangunan LRT Kota Palembang sepanjang 22,5 km dengan 13 stasiun menghabiskan anggaran sebesar Rp. 11,4 trilyun. Dengan panjang rute hampir 2 (dua) kali dari LRT kota Palembang dan penambahan 5 stasiun, LRT Jakarta hanya menghabiskan dana setengah biaya LRT Kota Palembang.
Sejatinya biaya LRT kota Palembang dibawah Rp. 7,2 trilyun dengan asumsi harga material pendukung konstruksi dan biaya mobilisasi yang jauh lebih murah. Agregat untuk pembuatan beton konstruksi sepertinya kurang separuh harga dan biaya angkutan hanya seperempat dibanding Jakarta.
Demikian juga dengan tenaga kerja, dukungan bahan bakar, sumber daya listrik serta dampak konstruksi terhadap bangunan di jalur lintasan konstruksi LRT Kota Palembang kesemuanya dapat di katakan tidak serumit Jakarta.
LALU KENAPA BIAYA KONSTRUKSI LRT KOTA PALEMBANG JAUH LEBIH MAHAL DARI LRT DKI JAKARTA ???.
Badan Usaha Milik Daerah PT Jakarta Propertindo (Jakpro) menggandeng PT Adhi Karya (Persero) Tbk. PT Adhi Karya dan telah memperoleh persetujuan Penyertaan Modal Negara (PMN) berdasarkan Undang-Undang No. 3 tahun 2015 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2015, senilai Rp 1,4 triliun.
Sementara PT Waskita Karya membangun LRT kota Palembang mengandalkan sumber dana pinjaman konsorsium perbankan sehingga beban biaya bunga menjadi beban biaya produksi. Pinjaman perbankan komersial di perkirakan mencapai 16% belum lagi bila dianggarkan melalui APBN Kemenhub.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa untuk mendapatkan persetujuan DPR RI disinyalir harus mengeluarkan cost atau biaya lobi untuk persetujuan anggaran. Belum lagi bila pengusa wilayah yang diduga meminta fee pembangunan termasuk biaya - biaya orang –orang pusat.
Disinyalir biaya non bugeter mencapai 30% dari Rencana Anggran Biaya (RAB) atau diduga mark up anggaran lebih dari Rp. 3 trilyun. Diduga Cost non bugeter ini menyebabkan biaya pembangunan LRT kota Palembang menjadi selangit.
BAGAIMANA DAMPAK PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN YANG MENUNGGU PERSETUJUAN KRIDIT PERBANKAN ???
PT Waskita Karya (Persero) ditunjuk sebagai kontraktor proyek kereta ringan atau Light Rail Transit (LRT) berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 116 Tahun 2015 atau dikerjakan dengan kontrak lisan dari Presiden Jokowi.
Waskita menggelontorkan dana talangan pembangunan proyek atau prefinancing sambil menunggu pembiayaan dari APBN tahun 2017 dan 2018. “Seluruhnya dibiayai Waskita dulu, menunggu APBN 2017 dan 2018, Pembayaran akan dibahas persisnya ada beberapa kali.
Dampak dari pembiayaan yang menunggu persetujuan kridit perbankan dan persetujuan pemegang saham serta izin menteri keuangan diduga adalah mutu material diduga kurang memenuhi standart kelayakan konstruksi.
Pada struktur beton bertulang bahan bakunya beton (PC +aggregat halus + aggregat kasar + zat aditif) dan baja sebagai tulangan. Penggabungan antara material beton dan baja tulangan memungkinkan pelaku konstruksi untuk mendapatkan bahan baru dengan kemampuan untuk menahan gaya tekan, tarik,dan geser sehingga struktur bangunan secara keseluruhan menjadi lebih kuat dan aman.
Namun sebaliknya bila material yang di pakai kurang baik menyebabkan mutu beton bertulang di bawah kelayakan konstruksi. Hal ini diakibatkan karena material penyusunnya yang kurang baik.
Beberapa hal diantaranya yang sering ditemukan adalah aggregat halus atau pasir yang kurang bersih, masih bercampur dengan lumpur sehingga ikatan antara PC dan agregat menjadi terlepas.
Namun yang paling utama adalah mutu PC (Portland Cement) sebagai bahan utama perekatan agregat beton. Entah kenapa pada pembuatan tiang zona 2 LRT kota Palembang (section bandara) diduga terjadi “crack” atau keretakan beton ?????? ( Tim Redaksi)