Aroma Tak Sedap Pengungkapan Kasus Korupsi Dana Hibah Sumsel 2013
PALEMBANG, KBRS-Penetapan
tersangka dugaan tindak pidana korupsi dana hibah bansos Sumsel tahun 2013
menjadi tanda Tanya besar bagi kalangan yang mengetahui duduk perkara yang
sebenarnya. Apakah memang mereka yang telah di tetapkan sebagai tersangka
adalah pelakunya ataukah ada motif lain dibalik penetapan tersangka tersebut.
Sejatinya penyidik Kejaksaan Agung menetapkan tersangka berdasarkan dua alat bukti yang menyakinkan bukan berdasarkan opini dan suatu keterpaksaan. Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia telah mengeluarkan audit pengelolaan dan pertanggungjawaban belanja bantuan sosial dan hibah TA 2013 Provinsi Sumatera selatan tanggal 10 Agustus 2015 Nomor : 54/LHP/XVIII.PLG/08/2015.
Dijelaskan di dalam buku audit tersebut bahwa Ka Biro Kesra Richard Cahyadi mengambil dana hibah dari BKPRMI Sumsel sebesar Rp. 1.665.000.000,00 atau dengan kata lain menyunat dana hibah yang diterima BKPRMI. Suatu alat bukti yang kuat dugaan adanya tindak pidana korupsi namun alat bukti ini dikesampingkan penyidik Kejaksaan Agung.
Kemudian Forum Komunikasi P3N (FK P3N) dinyatakan oleh auditor BPK RI belum memenuhi syarat sebagai penerima dana hibah. Namun FK P3N menerima kucuran dana hibah sebesar Rp. 18.850.000.000,00 atas persetujuan Gubernur dan di kucurkan melalui Biro Umum dan Perlengkapan Provinsi Sumatera Selatan.
Dinyatakan pula oleh auditor BPK RI bahwa pengadaan motor untuk P3N dengan dana sebesar Rp.18.850.000.000,00 berdasarkan kesepakatan. “Pengurus FK-P3N berkoordinasi dengan Biro Umum Perlengkapan Sekretariat Daerah melakukan survei dan penawaran harga kepada beberapa dealer yaitu, Kawasaki, Honda, dan Yamaha, menurut auditor BPK RI.
Berdasarkan hasil survei harga tersebut, maka Honda ditetapkan sebagai pemenang, Selanjutya pengurus FK-P3N melaporkan hasil survei harga tersebut kepada Biro Umum Perlengkapan Sekretariat Daerah. Dengan demikian diperoleh harga sebesar Rp. 17.850.000.000,00 (Rp11.900.000,00 x 1.500 unit), yang kemudian menjadi dasar nilai pencantuman dalam SK Gubernur.
Pengadaan tanpa tender di Biro Umum dan Perlengkapan Sumsel serta selisih Rp. 1.000.000.000,00 dari hibah yang dikucurkan kepada FK P3N. Apakah 2 alat bukti ini belum cukup untuk menetapkan Ka Biro Umum dan Perlengkapan Sumsel dan Ketua Forum P3N sebagai tersangka.
Kemudian dinyatakan pula oleh Auditor BPK RI bahwa Biro Humas dan Protokol Sumsel tidak melakukan evaluasi terhadap proposal melalui Biro humas dan Protokol dan langsung meminta persetujuan dari Gubernur terhadap proposal tersebut.
Artinya semua penerima hibah termasuk 14 perusahaan media tidak berhak menerima kucuran dana hibah karena melanggar prosedur pemberian hibah berdasarkan Permendagri No.32/2011 dan Permendagri No.39/2012. Jumlah dana hibah yang disalurkan oleh Biro Humas dan protokol sebesar nominal Rp. 29.136.475.000,00.
Penerima hibah telah mengembalikan dana hibah ke kas daerah sebesar Rp. 9.325.000.000,00 dan sebesar Rp.2.079.528.619,00 pada bulan Agustus sampai bulan Oktober 2014. Atau total pengembalian sebesar Rp.11.404.528.619,00 dan dana hibah melaui Biro Humas dan Protokol masih tersisa yang belum dikembalikan sebesar Rp. 17.731.946.381,00.
Suatu alat bukti yang menjelaskan terjadi dugaan tindak pidana korupsi yang diduga dilakukan Ka Biro Humas dan Protokol Sumsel “ICS” yang berpotensi merugikan negara Rp. 17.731.946.381,00. Namun alat bukti ini juga di kesampingkan oleh penyidik Kejaksaan Agung.
Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri mengirim surat ke Pemprov Sumsel dengan No. 700/02/itwil-IV/V/2013 tanggal 17 Mei 2013 yang isinya “penyaluran hibah aspirasi di tunda pencairannya karena belum ada dasar hukumnya”. Dana hibah aspirasi DPRD Sumsel harus di alihkan ke urusan wajib yang sesuai dengan RPMJ dan RKPD tahun berjalan dalam APBD – P tahun 2013.
Surat dari Inspektorat Jendral Kementerian Dalam Negeri menjadi salah satu alat bukti untuk menetapkan terduga tersangka para anggota DPRD Sumsel periode 2009 – 2014 pada dugaan korupsi dana hibah aspirasi sebesar Rp. 152.000.000.000,00. Namun berdasarkan keterangan dari sumber yang dapat di percaya bahwa adanya pernyataan dari penydik Kejaksaan Agung “dana aspirasi DPRD Sumsel tidak menyalahi prosedur”.
Jampidsus “Arminsyah menyatakan ada penggunaan anggaran diluar APBD Sumsel 2013 dan Kejagung membidik pembuat Kebijakan”. Namun dinyatakan pula bahwa Kejaksaan Agung masih mencari alat bukti tambahan untuk menetapkan pembuat kebijakan sebagai tersangka.
Auditor BPK RI menjelaskan secara gamblang mengenai dugaan pelanggaran wewenang yang di lakukan pembuat kebijakan. Pertama Gubernur Sumatera Selatan mengeluarkan SK Penerima hibah berdasarkan usulan para anggota DPRD Sumsel dengan SK Gubernur No. 7444/KPTS/BPKAD-II/2013 tanggal 17 Mei 2013 padahal Gubernur telah mendapat peringatan tertulis dari Kemendagri dan seharusnya membatalkan hibah aspirasi.
Pencairan hibah aspirasi pada bulan 6, 7, 8 dan 9 tahun 2013 yang dapat di artikan Gubernur Sumatera Selatan diduga tidak mentaati perintah dan petunjuk Kemendagri sehingga dengan jelas telah diduga melakukan pelanggran wewenang yang berpotensi merugikan Negara Rp. 152.000.000.000,00.
Kemudian memberi arahan pemberian hibah kepada FK P3N yang dinyatakan BPK RI tidak memenuhi syarat selaku penerima hibah sehingga negara berpotensi dirugikan sebesar Rp. 18.850.000.000,00. Pelanggaran wewenang yang diduga dilakukan Gubernur Sumatera Selatan.
Selanjutnya memberi rekomendasi penyaluran hibah melaui Biro humas dan Protokol tanpa melaui prosedur yang seharusnya berdasarkan Permendagri No. 32/2011 dan No. 39/2012. Namun semua alat bukti yang di sajikan oleh BPK RI dikesampingkan oleh penyidik Kejaksaan Agung.
Unsur apakah yang menjadi alat bukti penetapan kedua tersangka dugaan korupsi dana hibah bansos tahun 2013. BPKAD selaku Pengelola Kebijakan keuangan dan Kesbangpol dan Linmas selaku SKPD teknis yang tidak pernah di libatkan dalam evaluasi pemberian hibah aspirasi, hibah Biro Humas, Hibah Biro Umum dan Perlengkapan, Hibah Biro Kesra dan hibah – hibah lainnya.
Kaban Kesbangpol dan Linmas Sumsel telah berkoordinasi dengan Tim Anggaran Pemerintah daerah (TAPD) Sumsel dan telah menjelaskan mengenai adanya persyaratan yang belum dapat di penuhi oleh beberapa LSM calon penerima hibah karena belum “Terdaftar 3 tahun”.
TAPD Sumsel tidak merespon hasil evaluasi yang disampaikan oleh Kaban Kesbangpol dan Linmas Sumsel. Dapat di artikan TAPD Sumsel menyetujui usulan ini dan di sampaikan ke BPKAD Sumsel untuk SK kan oleh Gubernur.
Hasil Evaluasi verifikasi Kesbangpol dan Linmas Sumsel melalui 2 tahapan pertimbangan sebelum di setujui oleh gubernur, pertimbangan TAPD dan evaluasi akhir BPKAD. Sejatinya Kesbangpol dan Linmas Sumsel telah lepas tanggung jawab bila sampai proposal ini di setujui Gubernur Sumsel.
Namun penyidik Kejaksaan berkehendak lain Kaban Kesbangpol dan Linmas Sumsel harus menjadi tersangka dugaan korupsi dana hibah pada APBD Sumsel tahun 2013.(Penulis Ir Feri K)
Sejatinya penyidik Kejaksaan Agung menetapkan tersangka berdasarkan dua alat bukti yang menyakinkan bukan berdasarkan opini dan suatu keterpaksaan. Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia telah mengeluarkan audit pengelolaan dan pertanggungjawaban belanja bantuan sosial dan hibah TA 2013 Provinsi Sumatera selatan tanggal 10 Agustus 2015 Nomor : 54/LHP/XVIII.PLG/08/2015.
Dijelaskan di dalam buku audit tersebut bahwa Ka Biro Kesra Richard Cahyadi mengambil dana hibah dari BKPRMI Sumsel sebesar Rp. 1.665.000.000,00 atau dengan kata lain menyunat dana hibah yang diterima BKPRMI. Suatu alat bukti yang kuat dugaan adanya tindak pidana korupsi namun alat bukti ini dikesampingkan penyidik Kejaksaan Agung.
Kemudian Forum Komunikasi P3N (FK P3N) dinyatakan oleh auditor BPK RI belum memenuhi syarat sebagai penerima dana hibah. Namun FK P3N menerima kucuran dana hibah sebesar Rp. 18.850.000.000,00 atas persetujuan Gubernur dan di kucurkan melalui Biro Umum dan Perlengkapan Provinsi Sumatera Selatan.
Dinyatakan pula oleh auditor BPK RI bahwa pengadaan motor untuk P3N dengan dana sebesar Rp.18.850.000.000,00 berdasarkan kesepakatan. “Pengurus FK-P3N berkoordinasi dengan Biro Umum Perlengkapan Sekretariat Daerah melakukan survei dan penawaran harga kepada beberapa dealer yaitu, Kawasaki, Honda, dan Yamaha, menurut auditor BPK RI.
Berdasarkan hasil survei harga tersebut, maka Honda ditetapkan sebagai pemenang, Selanjutya pengurus FK-P3N melaporkan hasil survei harga tersebut kepada Biro Umum Perlengkapan Sekretariat Daerah. Dengan demikian diperoleh harga sebesar Rp. 17.850.000.000,00 (Rp11.900.000,00 x 1.500 unit), yang kemudian menjadi dasar nilai pencantuman dalam SK Gubernur.
Pengadaan tanpa tender di Biro Umum dan Perlengkapan Sumsel serta selisih Rp. 1.000.000.000,00 dari hibah yang dikucurkan kepada FK P3N. Apakah 2 alat bukti ini belum cukup untuk menetapkan Ka Biro Umum dan Perlengkapan Sumsel dan Ketua Forum P3N sebagai tersangka.
Kemudian dinyatakan pula oleh Auditor BPK RI bahwa Biro Humas dan Protokol Sumsel tidak melakukan evaluasi terhadap proposal melalui Biro humas dan Protokol dan langsung meminta persetujuan dari Gubernur terhadap proposal tersebut.
Artinya semua penerima hibah termasuk 14 perusahaan media tidak berhak menerima kucuran dana hibah karena melanggar prosedur pemberian hibah berdasarkan Permendagri No.32/2011 dan Permendagri No.39/2012. Jumlah dana hibah yang disalurkan oleh Biro Humas dan protokol sebesar nominal Rp. 29.136.475.000,00.
Penerima hibah telah mengembalikan dana hibah ke kas daerah sebesar Rp. 9.325.000.000,00 dan sebesar Rp.2.079.528.619,00 pada bulan Agustus sampai bulan Oktober 2014. Atau total pengembalian sebesar Rp.11.404.528.619,00 dan dana hibah melaui Biro Humas dan Protokol masih tersisa yang belum dikembalikan sebesar Rp. 17.731.946.381,00.
Suatu alat bukti yang menjelaskan terjadi dugaan tindak pidana korupsi yang diduga dilakukan Ka Biro Humas dan Protokol Sumsel “ICS” yang berpotensi merugikan negara Rp. 17.731.946.381,00. Namun alat bukti ini juga di kesampingkan oleh penyidik Kejaksaan Agung.
Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri mengirim surat ke Pemprov Sumsel dengan No. 700/02/itwil-IV/V/2013 tanggal 17 Mei 2013 yang isinya “penyaluran hibah aspirasi di tunda pencairannya karena belum ada dasar hukumnya”. Dana hibah aspirasi DPRD Sumsel harus di alihkan ke urusan wajib yang sesuai dengan RPMJ dan RKPD tahun berjalan dalam APBD – P tahun 2013.
Surat dari Inspektorat Jendral Kementerian Dalam Negeri menjadi salah satu alat bukti untuk menetapkan terduga tersangka para anggota DPRD Sumsel periode 2009 – 2014 pada dugaan korupsi dana hibah aspirasi sebesar Rp. 152.000.000.000,00. Namun berdasarkan keterangan dari sumber yang dapat di percaya bahwa adanya pernyataan dari penydik Kejaksaan Agung “dana aspirasi DPRD Sumsel tidak menyalahi prosedur”.
Jampidsus “Arminsyah menyatakan ada penggunaan anggaran diluar APBD Sumsel 2013 dan Kejagung membidik pembuat Kebijakan”. Namun dinyatakan pula bahwa Kejaksaan Agung masih mencari alat bukti tambahan untuk menetapkan pembuat kebijakan sebagai tersangka.
Auditor BPK RI menjelaskan secara gamblang mengenai dugaan pelanggaran wewenang yang di lakukan pembuat kebijakan. Pertama Gubernur Sumatera Selatan mengeluarkan SK Penerima hibah berdasarkan usulan para anggota DPRD Sumsel dengan SK Gubernur No. 7444/KPTS/BPKAD-II/2013 tanggal 17 Mei 2013 padahal Gubernur telah mendapat peringatan tertulis dari Kemendagri dan seharusnya membatalkan hibah aspirasi.
Pencairan hibah aspirasi pada bulan 6, 7, 8 dan 9 tahun 2013 yang dapat di artikan Gubernur Sumatera Selatan diduga tidak mentaati perintah dan petunjuk Kemendagri sehingga dengan jelas telah diduga melakukan pelanggran wewenang yang berpotensi merugikan Negara Rp. 152.000.000.000,00.
Kemudian memberi arahan pemberian hibah kepada FK P3N yang dinyatakan BPK RI tidak memenuhi syarat selaku penerima hibah sehingga negara berpotensi dirugikan sebesar Rp. 18.850.000.000,00. Pelanggaran wewenang yang diduga dilakukan Gubernur Sumatera Selatan.
Selanjutnya memberi rekomendasi penyaluran hibah melaui Biro humas dan Protokol tanpa melaui prosedur yang seharusnya berdasarkan Permendagri No. 32/2011 dan No. 39/2012. Namun semua alat bukti yang di sajikan oleh BPK RI dikesampingkan oleh penyidik Kejaksaan Agung.
Unsur apakah yang menjadi alat bukti penetapan kedua tersangka dugaan korupsi dana hibah bansos tahun 2013. BPKAD selaku Pengelola Kebijakan keuangan dan Kesbangpol dan Linmas selaku SKPD teknis yang tidak pernah di libatkan dalam evaluasi pemberian hibah aspirasi, hibah Biro Humas, Hibah Biro Umum dan Perlengkapan, Hibah Biro Kesra dan hibah – hibah lainnya.
Kaban Kesbangpol dan Linmas Sumsel telah berkoordinasi dengan Tim Anggaran Pemerintah daerah (TAPD) Sumsel dan telah menjelaskan mengenai adanya persyaratan yang belum dapat di penuhi oleh beberapa LSM calon penerima hibah karena belum “Terdaftar 3 tahun”.
TAPD Sumsel tidak merespon hasil evaluasi yang disampaikan oleh Kaban Kesbangpol dan Linmas Sumsel. Dapat di artikan TAPD Sumsel menyetujui usulan ini dan di sampaikan ke BPKAD Sumsel untuk SK kan oleh Gubernur.
Hasil Evaluasi verifikasi Kesbangpol dan Linmas Sumsel melalui 2 tahapan pertimbangan sebelum di setujui oleh gubernur, pertimbangan TAPD dan evaluasi akhir BPKAD. Sejatinya Kesbangpol dan Linmas Sumsel telah lepas tanggung jawab bila sampai proposal ini di setujui Gubernur Sumsel.
Namun penyidik Kejaksaan berkehendak lain Kaban Kesbangpol dan Linmas Sumsel harus menjadi tersangka dugaan korupsi dana hibah pada APBD Sumsel tahun 2013.(Penulis Ir Feri K)